- Beberapa bulan belakangan sejumlah kasus dugaan korupsi mencuri perhatian publik di awal tahun ini, hingga Maret 2025.
Kerugian negara akibat kasus-kasus ditaksir mencapai triliunan rupiah.
Perkara rasuah ini pun terjadi di berbagai sektor, mulai dari perbankan, lembaga pembiayaan negara, hingga minyak dan gas.
Berbagai kasus korupsi yang dibongkar ini berhasil mengejutkan masyarakat dan memicu amarah publik.
Ternyata, beberapa kasus ini mencakup berbagai petinggi instansi pemerintah serta pemilik bisnis yang semestinya berkewajiban menjaga keuangan umum dengan baik.
Tudingan adanya suap atau korupsi muncul dalam pengelolaan minyak mentah serta hasil produksi kilang di PT Pertamina, termasuk anak perusahaannya yang bergerak pada sub holding dan kontraktor dengan Kontrak Karya dan Jasa (KKKS), untuk jangka waktu antara tahun 2018 sampai 2023. Kasus penyuapan ini diperkirakan telah mengakibatkan kerugian bagi keuangan negara sebesar minimal Rp 193,7 triliun selama kurun waktu satu tahun saja. Dengan demikian, jika melihat rentang waktunya yaitu selama lima tahun mulai tahun 2018 hingga 2023, jumlah total kerugiannya tentu akan lebih besar lagi.
Selanjutnya, terdapat kasus dugaan tindakan pidana korupsiberupa penyerahan fasilitas pendanaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau penyediaan kredit ke 11 nasabah yang mungkin menimbulkan kerugian bagi negara sebesar hinggaRp 11,7 triliun pada hari Senin, tanggal 3 Maret 2025.
Beberapa kasus besar korupsinya juga menjadi sorotan dan menyebar luas di dunia maya.
Sebagai contoh, tiap-tiap pengajaran agama yang ada di negeri ini senantiasa mengajarkan prinsip-prinsip etika dalam kehidupan sosial dan spiritual, hal ini pun berlaku pada ajaran Islam.
Islam adalah agama yang rahmat bagi seluruh alam, dengan kesucian yang tersimpan dalam pengajarnya.
Islam pun sudah memberikan petunjuk yang mendalam tentang kekuatan moralitas dan berinteraksi sosial.
Dalam Islam, tindakan berdosa secara khusus ditentang dengan banyak konsekuensinya yang terurai dalam Al-Quran dan Sunnah, sebagai panduan untuk masyarakat, mencakup aturan tentang tingkah laku buruk serta dosa-dosa besar; satu di antaranya adalah topik kita hari ini: Perilaku Tidak Terpuji, yaitu Suap Menyuap atau korupsi.
Dalam agama Islam, prinsip-prinsip keadilan dan etika memainkan peranan vital untuk mengarahkan tingkah laku orang perseorangan serta kelompok masyarakat. Salah satu aktivitas yang sangat merugikan ini dikenal sebagai korupsi.
Bagaimana sanksi serta hukuman menurut pengajaran Islam?
Hukuman dan Penebusannya dalam Islam untuk Para Pejabat yang Terlibat Korupsi
Sebagaimana dikutip dari situs Muhammadiyah.or.id, agama Islam menetapkan berbagai hukuman dengan tujuan utamanya adalah memperbaiki tingkah laku manusia, memberi peringatan tentang dampak di akherat, serta mengembalikan hak-hak yang sempat disalahgunakan atau dicuri.
Sebagai salah satu konsekuensi dalam agama Islam bagi para pelaku korupsi adalah pemberian hukuman ta'zir. Tujuan dari sanksi ini adalah untuk memberikan dampak penghentaman pada terpidana sehingga mereka tidak lagi melakukan tindakan kriminal tersebut.
Ta'zir bisa mencakup hukuman fisik, kurungan penjara, atau langkah-langkah lain yang setimpal dengan pelanggaran yang terjadi.
Sasaran pokoknya adalah mengedukasi para pelaku supaya menyadari kekeliruan mereka dan mencegah perilaku semacam itu terulang kembali di kemudian hari.
Di samping itu, agama Islam menyampaikan pesan bahwa para pemberita suap dan penyuap akan mengalami hukuman di kehidupan setelah ini. Al-Qur'an pada Surah Ali Imran Ayat 161 memberi peringatan terkait hukuman yang bakal dialami oleh mereka tersebut: "Tidak seorang pun boleh meremehkan kemungkinan bahwasanya golongan yang serakah tak dapat lari dari azab Tuhan-Nya. Mereka nantinya akan menerima siksaan yang amat sangat."
Di luar hukuman resmi, para pelaku korupsi juga akan menerima dampak etis dan komunitasnya. Publik akan mencela perbuatan mereka, serta identitas mereka bisa rusak. Hal ini merupakan konsekuensi serius sebab berpotensi merusak citra dan interaksi sosial si penyuap atau penerimanya.
Menurut Fikih Anti Korupsi, salah satu perilaku yang diinginkan dari seorang penyuap adalah restitusi atas harta hasil korupsinya. Agama Islam mengajak mereka untuk menyelesaikan kembali hak kepemilikan yang telah dicuri dari pihak lain. Langkah ini merupakan tahap awal dalam proses penyembuhan dan pencapaian keadilan.
Akhirnya, Islam pun mengizinkan adanya pertobatan serta penerimaan ampun. Apabila seseorang yang telah melakukan suap menyadari akan kekeliruannya, ia bisa bertobat di hadapan Tuhan dan memohon keringanan dosa. Agama ini menganjurkan agar setiap individu bertobat secara sungguh-sungguh lalu bekerja keras dalam rangka penyempurnaan diri.
Untuk menangkal korupsionisme, sanksi di bawah ajaran Islam tidak sekadar berfokus pada pemberian hukuman saja melainkan juga terkait proses edukasi, rehabilitas, serta penyembuhan. Akhiratannya ialah membentuk sebuah komunitas yang lebih adil sejalan dengan prinsip-prinsip agama Islam tersebut.
WaLlahu a'lam..
(*)
Baca artikel lainnya di Google News
Tidak ada komentar
Posting Komentar