
DEPOK, – Hujan lebat tidak hanya kerap menggenangi tanah, namun terkadang juga meninggalkan lukanya di dalam hati yang tak kelihatan.
Sama seperti yang terjadi pada Irfan (32), warga dari Rumah Blok G No. 4 di Perumahan Raffa Residence 5, Pasir Putih, Sawangan, Kota Depok.
Pada Minggu (6/4/2025), langit berwarna suram sejak pagi dini. Curah hujan yang tinggi terus melanda kawasan Depok tanpa tanda-tanda mereda.
Namun Irfan, yang ketika itu sedang berada di kantor, tidak pernah membayangkan bahwa hujan kali ini bisa menghancurkan rumah tempat tinggal bersama istrinya dan keempat putranya.
"Ketika itu awalnya sedang hujan deras, istriku menelepon dan menunjukkan situasi rumah yang tergenang air, lalu aku segera pulang," jelas Irfan ketika ditemui di tempat kejadian pada hari Senin (7/4/2025).
Air terjun deras keluar dari bagian atas kompleks perumahan, meresap ke saluran air di depan rumah.
Dengan adanya air, tanah merah pun turut menumpuk, menyebabkan saluran menjadi tersumbat sehingga mudah terjadi banjir.
Bukan kali pertama terjadi banjir, namun tidak ada yang mengira keadaannya bisa separah ini.
Setibanya di rumah, baru sebentar saja, musibah tiba-tiba muncul melalui lantai ruang tamu.
"Setelah dua menit saya masuk ke dalam, lantai ruang tamu sudah rusak. Bahkan barang-barang seperti lemari es pun tampak miring akibat kerusakan," jelas Irfan.
Tiba-tiba, insting Irfan sebagi pemimpin keluarga mendominasi. Dia merasa bahwa lahan di bawah rumah sudah tidak aman lagi. Ada perasaan buruk yang menyiksa dadanya.
"Saya memang telah merasakan firasat, sehingga saya segera mengecek dari sisi samping dan ternyata lantai bagian bawah (rumah) sudah mulai goyang," ujarnya perlahan.
Tanpa berpikir lama, Irfan segera mengajak istrinya dan anak-anaknya untuk meninggalkan rumah. Sepatu tidak sempat diambil karena prioritas saat itu adalah keselamatan.
"Tak berapa lama, istriku dan anakku keluar, mereka baru tiba di depan gerbang, bangunan tersebut pun langsung roboh," ungkap Irfan.
"Jadi belum ada yang sempat memakai sendal semua orang. Saya lebih mengutamakan untuk keluar duluan (dari rumah). Jadi belum sempat benar-benar keluar dari rumah, hanya sampai di (depan) teras saja, bangunan tersebut langsung roboh," jelasnya.
Terusan dan sebuah ruang tidur sekarang menjadi satu-satunya bagian tersisa dari rumah yang sudah ditempati oleh mereka dalam kurun waktu dua tahun.
Kichen, bathroom, living room, back bedroom--semua berubah menjadi debu dan ingatan. (Nota: "Back Bedroom" di sini dipertahankan karena mungkin merujuk pada judul atau nama spesifik dari sebuah buku, film, dll., yang tidak seharusnya dirubah.)
"Kehilangan terbesar saya adalah kerugian pada barang-barang pribadi karena hanya menyewa rumah, totalnya kira-kira antara Rp 20 sampai 30 juta," ungkapnya dengan nada pasrah.
Televisi dan lemari es, dua peralatan rumah tangga utama bagi keluarga, kini hanya sisa pecahan.
Tetapi menurut Irfan, hal terpenting bukanlah kerugian finansial.
Dia merasa berterima kasih karena masih dapat memegang tangan istrinya dan anak-anaknya sambil keluar dari area kehancuran tersebut.
Saat ini, Irfan memutuskan untuk bangkit lagi, meskipun rumah dan milik-miliknya sudah hilang tertelan bumi.
Irfan melarikan diri ke tempat kerabat dan menggendong hal terpenting baginya yaitu keluarganya yang masih hidup.
(Reporter: Dinda Aulia Ramadhanty | Editor: Akhdi Martin Pratama)
Tidak ada komentar
Posting Komentar