Menyediakan informasi lengkap dengan rincian yang mendalam mengenai peristiwa terkini.

Kesultanan Bacan: Apakah Pernah Lebih Kuat dari Ternate dan Tidore?

Kerajaan Islam Bacan merupakan salah satu kesultan yang terbentuk di wilayah Maluku Utara. Kesultanan tersebut diketahui sempat memiliki kekuatan yang melebihi Ternate serta Tidore pada suatu masa; walau kemudian pengaruhnya mulai menurun seiring waktu.

---

bergabung dengan WhatsApp Channel kami, ikuti dan temukan informasi terkini disini

---

Online.com - Kesultanan Bacan mungkin kurang dikenal dibandingkan dengan Kesultanan Ternate dan Tidore. Namun, siapa yang menyangka bahwa kesultan Muslim di daerah Maluku tersebut dahulu kala justru dipandang lebih luas daripada kedua kerajaan tadi.

Di wilayah Maluku terkenal istilah Moloku Kieraha yang bermakna "Empat Bukit dari Maluku". Ungkapan tersebut mengacu kepada keempat kerajaan penting di Maluku Utara. Di samping Ternate serta Tidore, jangan sekali-kali melupakan adanya Jailolo dan Bacan.

Dari empat tersebut, Bacan dinamai sebagai yang paling "berpengalaman".

Kerajaan Bacan adalah salah satu dari beberapa negara bagian yang terletak di kepulaun Maluku. Kerajaan Muslim ini diyakini telah didirikan sekitar abad ke-14, dan Raja pertama Bacan yang mengadopsi Islam adalah Sultan Zainal Abidin pada tahun 1521.

Walaupun ibu kota pemerintahan terletak di Pulau Bacan, Kepulauan Maluku, area pengaruhnya meliputi wilayah Papua Barat. Ini menjadikan Kesultanan Bacan memiliki peran penting dalam penyebaran Islam ke tanah Papua.

Kerajaan Bacan dibentuk sekitar abad ke-14 dan memiliki ibu kota awal di Makian Timur. Akan tetapi, karena terdapat ancaman erupsi Gunung Berapi Kie Besi, pusat pemerintahannya kemudian dipindahkan ke Kasiruta.

Berdasarkan sejarah Bacan, sang raja pertama yang menguasai daerah ini adalah Said Muhammad Bakir atau Said Husin. Setelah bertakhta selama satu dekade, kekuasaannya diserahterimakan kepada Muhammad Hasan. Kemudian, tahta kerajaan tersebut dilestarikan untuk anak laki-lakinya, yaitu Kolano Sida Hasan.

Selama memimpin kerajaan, Raja Ternate yang dikenal sebagai Tulu Malamo (1343-1347) berhasil menguasai pulau Makian serta beberapa desa di dekat Pulau Bacan. Berbekal dukungan dari Tidore, Sida Hasan sukses merapatkan kembali wilayah Makian.

Berikutnya, identitas para raja yang memimpin Bacan tetap tidak jelas. Hanya pada tahun 1522, nama Zainal Abidin mulai tercatat sebagai raja pertama dari Bacan yang telah menyembah agama Islam.

Keraton Bacan dipimpin oleh seorang sultan yang berperan sebagai raja memiliki wewenang tertinggi. Struktur pemerintahan kesultanan ini serupa dengan sistem di Ternate dan Tidore, namun di Bacan ada lembaga bernama Sekretaris Kesultanan yang bertugas mendukung sultan dalam mengelola negara.

Di samping itu, terdapat juga dewan pemerintah bernama bobato, yang dikategorikan sebagai bobato dalam, luar, dan alam baka. Bobato dalam ini meliputi posisi mayor, kapiten ngofa, kapten kie, serta empat perwira (terbagi atas dua letnan ngofa dan dua letnan kie).

Bobotoh luar yang menguruskan urusan pemerintahan mencakup jogugu (perdana menteri/mangkubumi), hukum ( hakim ), serta kimalaha sapanggala. Di sisi lain, bobotoh akherat berfokus pada bidang keagamaan dengan anggota utamanya adalah kalem atau kadi kesultanan.

Beberapa posisi penting lainnya meliputi komodor laut (panglima tentara kerajaan sultan), kepala suku (yang bertanggung jawab/eksekutif dalam kerajaan), imam penulis resmi, sekretaris penulis resmi, muadzin penulis resmi, imam penghafal Al-Quran, khatib penghafal Al-Quran, serta pemukul bedug.

Masyarakat Bacan memiliki tiga kelompok utama, yaitu:

- Keluarga dekat raja serta golongan aristokrat

- Masyarakat yang dikenal sebagai bala (yang terbentuk dari grup beragama maupun non-beragama)

- Kelompok Soa ngongare yang berisi parabudak tersebut

Kerajaan Bacan tak pernah diambil alih oleh kolonial Belanda. Sepanjang sejarahnya, keduanya hanya menjalin ikatan perdagangan saja.

Kehadiran Kesultanan Bacan berakhir setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Beberapa warisan dari Kesultanan Bacan tetap bisa dilihat sampai sekarang, seperti contohnya Masjid Kesultanan Bacan yang ada di Desa Amasing Kota, Bacan, Halmahera Selatan. Lokasi masjid tersebut dekat dengan Istana Kesultanan Bacan.

Pernah menjadi yang tertinggi di kekuatan Maluku Utara

Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh La Raman dan Jamin Safi dalam karyanya dengan judul "Kesultanan Bacan Dalam Persaingan Politik Dan Perdagangan Di Maluku Utara, 1602-1940", ditampilkan dalam Jurnal Sejarah dan Budaya: Fokus pada Sejarah, Kebudayaan serta Metode Pengajaran , Kesultanan Bacan merupakan kerajaan yang secara urutan waktu memiliki pengaruh politik dan ekonomi yang signifikan dalam perkembangan sejarah Maluku Utara.

Lebih jauh, menurut Raman dan Safi, sebelum Ternate dan Tidore menjadi dominan, Bacan merupakan kerajaan paling kuat di Maluku Utara. Kerajaan yang diduga berdiri pada tahun 1322 itu menjulang sebagai kekuatan besar dengan daerah pengaruh yang mencakup dari tepian utara Seram sampai Papua Barat.

Supremasi Bacan dalam politik dan kekuasaan di Maluku Utara diperkirakan mulai terjadi pada fase pembentukan kolano (penguasa tertinggi Kesultanan Bacan). Hikayat Bikusigara, yang banyak dikutip oleh penulis-penulis Eropa, menyebut Bacan sebagai penguasa tertua di Maluku Utara. Itulah kenapa Ternate, Tidore, dan Jailolo bisa dibilang sebagai "adik-adik"-nya Bacan.

Tapi sejarah kemudian membuktikan bahwa secara popularitas Bacan tidak semegah Ternate dan Tidore. Meskipun begitu, Bacan tetap mampu tumbuh dan berkembang dengan pengaruh yang cukup kuat di wilayahnya.

Apabila membahas mengenai posisi geografisnya, Kesultanan Bacan terdapat di Kepulauan Bacan saat ini yang berada di bagian barat Pulau Halmahera. Dengan lebih rinci lagi, wilayah tersebut meliputi Pulau Bacan serta Pulau Obi.

Berdasarkan catatan-catatan Eropa pada abad ke-15 dan 16, seperti yang disampaikan oleh Raman dan Safi, Kerajaan Bacan awalnya berada di daerah pegunungan pulau Makian. Sebagai akibat dari beberapa faktor politis, posisi kerajaan ini kemudian dipindahkan ke Kasiruta—meski ada pula yang mengatakan hal tersebut terjadi lantaran erupsi Gunung Kie Besi.

Bisa jadi karena kekuatan mereka yang tak begitu besar, agar bisa memelihara kedudukan mereka, Kesultanan Bacan membentuk aliansi dengan Kerajaan Ternate. Tujuannya adalah untuk menghindari tekanan politik dari "tetangga dekat"nya, yakni Kesultanan Tidore.

Kesultanan Bacan merupakan produsen cengkih berkualitas superior. Bacan berperan sebagai salah satu pusat utama produksi cengkih di wilayah Maluku Utara. Sejumlah besar komoditi cengkih telah diserahkan oleh Kesultanan Bacan kepada para pedagang dari Asia maupun Eropa.

Walaupun kekuatan kerajaan mulai menurun, cengkih masih menjadi produk unggulan mereka. Pada saat itu, pengaruh monopoli VOC terus meningkat, walau perusahaan tersebut tetap membayar ganti rugi kepada kesultanan. Sebagaimana ditulis Raman dan Safi, "Namun, hal ini hanya dirasakan manfaatnya oleh golongan bangsawan sementara rakyat biasa harus menghadapi penderitaan."

Dari sumber yang serupa, demi mengembangkan wilayahnya, sang raja Bacan melancarkan perluasan sampai ke Pulau Seram dan Papua. Seperti dijelaskan lebih lanjut bahwa "ini merupakan eksplorasi paling luas yang dicapai oleh Kerajaan Bacan dalam upaya memperlebar cakrawala kekuasaannya... Eksplorasi Bacan menuju pantai Utara Seram berlangsung sebelum Sultan Muhammad Ali (kira-kira awal abad keenambelas)," demikian tambah Raman dan Safi kembali.

Setelahnya, ekspansi ke daerah tersebut dilanjutkan oleh Sultan Muhammad Ali, orang yang dikenal sebagai bapak angkat dari Sultan Babullah sang pemimpin tertinggi Keijaran Ternate, jauh lebih awal daripada ketika hal ini dilakukan oleh Tidore di kawasan yang sama.

Tidak ada komentar

Posting Komentar